Tuhan Yesus ketika mengutus murid-muridnya melayani telah mengetahui bahwa ladang pelayanan tidaklah mudah, banyak rintangan dan tantangan yang pasti akan di temui. Oleh karena itu Dia memberikan petunjuk dalam nats yang kita baca yaitu agar para pelayan Tuhan cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Hamba Tuhan yang oke adalah hamba Tuhan yang :

  • Otaknya oke

Tuhan Yesus memakai ular sebagai contoh karena ular adalah hewan cerdik dalam menangkap mangsa. Ular tidak gegabah dalam mengambil keputusan dan dengan cerdik menangkap mangsanya. Ular punya banyak cara untuk memperdaya mangsanya. Melalui contoh tersebut Tuhan Yesus ingin agar pelayan Tuhan cerdik dalam ladang pelayanan. Permasalahan, tantangan dan hambatan dalam pelayanan hendaklah dicari cara untuk menyelesaikannya. Hamba Tuhan yang oke harus punya otak yang oke untuk dapat menjadi pelayan yang berkenan bagi-Nya.

  • Kerjanya oke

Hamba Tuhan yang oke juga harus punya semangat kerja yang oke . Dalam nats yang kita baca Tuhan Yesus memakai contoh merpati yang tulus. Burung merpati walaupun didera permasalahan, tetapi burung merpati tetap bekerja dengan tulus dan tidak mencari keuntungan sendiri. Dalam ladang pelayanan hendaklah kita juga tulus dalam melayani jemaat sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi Tuhan. Seperti merpati kita juga harus melayani dengan tulus ikhlas tanpa mencari keuntungan diri sendiri.

  • Emosi yang oke

Disamping kerja tanpa pamrih, kita juga dituntut mempunyai emosi yang terkendali. Meskipun seolah-olah kita salah, tetapi emosi kita tidak boleh ikut panas, dan kita harus pandai-pandai mengelola emosi agar nama Tuhan dipermuliakan.Hamba Tuhan yang oke juga menyandarkan diri pada Firman dan kehendak Tuhan agar kita dipakai olehNya.

 

Ibadah Penutupan semester 2012/2013 24 Mei 2013

Liturgis           : Adi Margono,B.C.M.

Pengkhotbah: Pdt. DR.Agung Gunawan,Ph.D.

Tema                : Hamba Tuhan Yang Oke

Nats                  : Matius 10:16

Pada tanggal 24 Mei 2013 STT Aletheia Lawang mengadakan ibadah penutupan semester 2012/2013 dan sekaligus ibadah pengutusan mahasiswa praktek 2 bulan maupun 1 tahun. Sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Pdt.DR. Agung Gunawan,M.Th yang dalam khotbahnya mengambil tema " Hamba Tuhan Yang Oke" (Matius 10:16). Hamba Tuhan Yang Oke mutlak diperlukan untuk menghadapi segala tantangan dalam pelayanan. Rangkuman khotbah dapat dilihat di http://akademik.sttaletheia.ac.id/?p=1798.

Dalam acara tersebut, Departemen Pendidikan Sinode GKT (diwakili Pdt. Boediono Joeng)  juga memberikan sambutan yang mengingatkan bahwa mahasiswa diutus ke gereja-gereja selain sebagai tempat mempraktekkan ilmu yang didapat selama studi juga membawa 3 nama yaitu nama Tuhan, nama STT Aletheia dan nama diri sendiri. Oleh karena itu, setiap mahasiswa yang diutus hendaklah selalu melayani dengan hati yang tulus ikhlas.

Tidak ketinggalan, dalam suasana tersebut STT Aletheia juga mengucapkan terima kasih atas pelayanan sebagai dosen musik kepada Ibu Lientjie Indah Njoto yang mulai semester depan tidak mengajar lagi di STT Aletheia Lawang. Tuhan Yesus Memberkati.

Pada tanggal 22-24 Mei 2013 mahasiswa dan dosen STT Aletheia Lawang mengadakan retreat di Rumah Khalwat Syalom Batu dengan tema: "God's Servant In Holiness Of Life" . Sebagai pembicara utama  antara lain:  Pdt. Kornelius A. Setiawan,D.Th, Pdt. Marthen Nainupu M.Th, Bapak Tjokro Tjahjono, Ibu Marry Jethrokusumo  serta Dr. Andik Wijaya, MRepMed yang memberikan berbagai langkah praktis dan pedoman untuk menjadi pelayan Tuhan Yesus yang benar dan kudus.

Satu kota, 3 pendeta senior atau gembala dari gereja-gereja sangat besar. Dan hanya dalam enam bulan, satu semester, tiga kegagalan moral. Itu terjadi di Orlando, Florida.

Isaac Hunter, gembala sidang Summit Church, mengundurkan diri pada bulan Desember 2012 setelah mengakui berhubungan gelap dengan seorang anggota staff gerejanya. Sam Hinn, gembala sidang gereja The Gathering Place Worship Center, turun tahta di bulan Januari 2013 setelah mengakui melakukan hubungan gelap dengan seorang anggota jemaat. Dan beberapa minggu lalu, di bulan Mei ini, David Loveless mengundurkan diri dari gereja Discovery Church setelah juga mengakui memiliki suatu hubungan gelap.

3 gembala sidang gereja-gereja megachurch dalam sebuah kota mengundurkan diri dalam satu semester karena hubungan gelap di luar nikah.

Pertanyaannya sekarang adalah “mengapa banyak hamba Tuhan senior, yang telah bertahun-tahun melayani, dan bahkan memimpin gereja-gereja besar jatuh pada dosa seksual?” Saya katakan banyak bukan karena hanya tiga ini saja melainkan juga masih banyak yang lain di seluruh dunia.

Ketika saya merenungkan, ada tiga alasan yang muncul di benak saya yang adalah juga pendeta sama dengan mereka:

  •  Kehabisan emosional

Banyak pendeta sedang mengalami kehabisan tangki emosi. Kita mungkin berpikir saya seharusnya mengatakan tangki spiritual. Bagi saya, justru tangki emosionallah yang sering membawa kejatuhan bagi kami kaum pendeta.

Pukulan dan luka emosi yang timbul di dalam pelayanan itu sangat banyak: harapan-harapan yang tidak bisa kita penuhi, kerja keras yang kita lakukan, hasil yang nampak secara berkesinambungan dalam pengajaran dan kepemimpinan kita, tuntutan untuk tampil menawan sebagai figur jemaat, tekanan finansial – baik secara pribadi maupun di dalam bergereja – rekan kerja yang meninggalkan kita, surat kaleng ataupun kritikan pedas, tekanan dari jemaat yang ingin mendefinisikan ulang visi, misi atau orientasi gereja, badai harapan dan ekspektasi yang tidak pernah berhenti (pendeta harus begini, pendeta harus begitu) dan rasa miris akibat berbuat salah.

Di atas semua itu, yang membuat hati kita seringkali sakit sampai berdarah, yang ironisnya juga sebetulnya yang membuat hati kita rindu untuk melayani, adalah jemaat kita sendiri. Kita, hamba-hamba Tuhan full-time, adalah gembala. Sayangnya seringkali domba-domba kita adalah domba-domba yang morat-marit dan kotor: sukar dikendalikan, suka membantah dan, maaf, seringkali bau (namanya domba itu bau, tida ada yang wangi, jemaat sebagai domba itu bau, yaitu bau dosa). Jemaat dapat membuat hati kita hancur karena dosa, gosip dan pengkhianatan mereka.

Mengapa ini penting? Karena ketika kita terluka batin, dan jika kita tidak menemukan sesuatu yang berkenan di hadapan Allah untuk mengisi tangki emosi atau batin kita, kita akan mencari sesuatu yang tidak berkenan di hadapan Allah untuk mengisinya. Saya yakin bahwa kehabisan emosional adalah sebab banyak pendeta, penginjil bergumul tidak hanya dengan pornografi, melainkan juga melakukan hubungan gelap di luar nikah. Tangki emosi kita kehabisan, dan akibatnya kita menjadi mudah diserang.

  •  Kurangnya pagar-pagar seksualitas

Alasan kedua adalah karena sedikit para pendeta dan penginjil membangun pagar-pagar seksualitas di sekitar hidup mereka untuk perlindungan yang diperlukan.

Sebagai contoh, pagar-pagar di sekitar cara berpikir yang terkait dengan dosa pornografi seperti cara menempatkan dan menggunakan komputer. Demikian juga pagar-pagar yang diperlukan terkait dengan hubungan dengan jemaat seperti: berhati-hati ketika kita menyentuh orang – tidak sembarangan ngelus-ngelus, megang-megang dan memeluk (saya pernah ditegur oleh seorang jemaat yang tidak suka disentuh pundaknya). Berhati-hati ketika kita berinteraksi dengan orang – tidak mengunjungi sendirian seseorang yang berlawanan jenis dengan kita di rumahnya yang juga lagi sedang sendirian. Berhati-hati untuk tidak sering bekerja lembur berdua dengan orang yang berlawanan jenis dengan kita. Semua itu adalah sesuatu yang lazim diketahui namun jarang diperhatikan oleh para pendeta.

Dan ini hasil survey sebesar 5 persen yang menakutkan: bahkan ketika pagar-pagar itu sudah dibangun, masih bisa sering dirasionaliasi ketika seorang pendeta atau penginjil menjadi tertarik dengan seseorang (oh cuma teman, oh lagi sakit makanya dikunjungi, oh untuk pelayanan di gereja). Akibatnya, bagi kita yang merasionaliasi demikian, kita akan memandang rekan-rekan kita yang berlindung di balik pagar-pagar itu sebagai pendeta, penginjil yang lemah dan kita adalah yang kuat. Seringkali hal demikian adalah hal terakhir terjadi sebelum kejatuhan itu tiba.

  •   Muslihat spiritual

Alasan ketiga banyak pendeta penginjil khususnya gereja-gereja besar jatuh dalam hubungan gelap di luar nikah adalah infeksi muslihat spiritual. Mengapa daya tahan spiritual para pendeta penginjil sangat lemah dibandingkan jemaat? Ijinkan saya mengatakan sesuatu yang saya harap tidak mengejutkan setiap kita: pelayanan itu berbahaya spiritual bagi para pendeta penginjil. Pelayanan itu berbahaya secara spiritual bagi para pendeta penginjil. Jika kita tidak memahaminya sekarang, kita akan memahaminya pada suatu hari nanti.

Pertama, karena kita secara terus menerus melakukan hal-hal bersifat rohani maka sangat mudah bagi kita untuk menyamakan hal-hal tersebut dengan sesuatu yang benar-benar rohani. Misalnya, karena kita sering membaca dan mempelajari Alkitab untuk mempersiapkan khotbah, mudah bagi kita untuk menyamakan persiapan khotbah kita dengan pembacaan dan renungan firman Tuhan untuk kesehatan rohani kita sendiri. Itu tidak sama.

Contoh lain, kita berdoa – di kebaktian, di persekutuan, di meja makan – dan mudah bagi kita untuk berpikir bahwa kita sedang menjalani suatu kehidupan pribadi yang penuh dengan doa. Sekali lagi, tidak sama.

Kita mempersiapkan ibadah, latihan, memimpin bahkan setiap minggu harus hadir di tiap kebaktian maka otomatis kita berpikir bahwa kita sungguh-sungguh sudah beribadah. Seringkali yang terjadi adalah tidaklah demikian otomatis.

Ketika kita melayani, mudah untuk menyamakan antara melakukan banyak hal bagi Allah dengan menyediakan waktu bersama Allah, mudah untuk menyamakan antara aktivitas dan intimitas, menyamakan antara melakukan hal-hal rohani dan menjadi rohani.

Alasan lain pelayanan itu berbahaya secara spiritual bagi kita adalah bahwa kita sering dianggap sebagai anggota keempat dari Trinitas atau Allah Tritunggal. Jemaat sering menghargai hamba Tuhannya dianggap lebih rohani. Seringkali anggapan demikian dijadikan oleh kita sebagai suatu pengukur bahwa kita itu benar-benar rohani. Padahal belum tentu, mereka justru tidak tahu kehidupan rohani pribadi kita. Akibatnya, kita menganggap diri kita sendiri sudah rohani. Karena kalau tidak rohani, mengapa jemaat menganggap saya ini orang rohani? Ini menjadi semacam lingkaran setan kalau kita sudah terjebak di dalamnya.

Saya mengemukakan tiga alasan ini karena pengalaman saya sebagai seorang pendeta juga. Secara khususnya, gongnya itu terjadi ketika saya berumur sekitar 25 tahun. Seorang hamba Tuhan yang telah menjadi figur saya mengalami kejatuhan. Saya menjadi kaget. Kalau dia saja bisa jatuh, apalagi saya.

Karena itu dalam hidup saya melayani, saya mulai belajar untuk menyediakan waktu teduh teratur dan menulis jurnal. Mulai mengambil retreat pribadi, minimal sekali dalam setahun selama beberapa hari untuk mencelupkan diri saya dengan pembacaan firman Tuhan, buku-buku renungan, berdoa dan mengalami ketenangan batin untuk mendengar suara Tuhan. Dan beberapa tahun terakhir ini saya bersama dengan salah seorang rekan saling menjadi partner yang saling bertanggung jawab dan saling menguatkan. Intinya: saya rindu menjadi penyembah di depan umum dan secara pribadi, saya ingin menjadi murid Firman Tuhan dalam khotbah dan untuk rohani saya sendiri, saya rindu berdoa bukan hanya untuk pertumbuhan rohani orang lain tetapi juga untuk satu orang, yaitu pertumbuhan rohani diri saya sendiri.

Saya berharap sharing ini didengar sebagai sharing dari lubuk hati terdalam seorang hamba Tuhan yang sangat sedih dan tidak rela melihat rekan-rekan lainnya mengalami kejatuhan. Sharing ini bukanlah untuk menyombongkan diri sendiri melainkan pengakuan bahwa saya juga lemah dan bisa jatuh. Saya di dalam anugerah Tuhan seperti dalam 2 Tawarikh 16:9 “Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia” mensharingkan ini supaya saya sendiri bisa bertahan hidup secara rohani. Mungkin para pembaca pun sudah melakukannya. Atau kalau belum, mungkin para pembaca perlu untuk memulainya.

download

Lawang, 21 Mei 2013

Dalam waktu 2 tahun ini diberikan kesempatan bagi para alumni program M.A. atau M.Div untuk melanjutkan ke jenjang program Magister Teologi melalui proses penyesuaian. Matakuliah yang telah diambil dari program M.A. atau M.Div dapat ditransfer ke program M.Th. ini, sehingga para alumni dituntut sekitar 18 SKS untuk matakuliah wajib dan menulis sebuah thesis/skripsi (6 SKS). Perkuliahan akan diadakan pada Senin-Selasa dan kuliah padat.

Besar harapan kami bahwa para alumni dapat menggunakan kesempatan baik ini. Bagi para alumni yang berminat dapat  menghubungi Pdt. Sia Kok Sin sebagai ketua Program Studi S-2 dengan email koksinsia@yahoo.com atau 0816530480.

Adapun program penyesuaian ini sudah dilaksanakan mulai semester genap 2012/2013. Adapun biaya studi program ini adalah:

1. Biaya Pendaftaran                          :  Rp. 200.000,-

2. Biaya Kuliah                                  : Rp. 500.000,- per mata kuliah (3 SKS)

3. Biaya Administrasi Perpustakaan   :  Rp. 200.000,- per semester

4. Biaya Bimbingan Tesis                  :  Rp. 750.000,- per semester

5. Biaya Wisuda                                 :  Rp. 500.000,-

Bagi yang berminat segera mendaftar paling lambat tanggal 22 Juni 2013

 

download

Pada tanggal 2 Mei 2013 STT Aletheia Lawang telah mengadakan malam apresiasi musik yang diikuti oleh mahasiswa dan mahasiswi. Di samping persembahan musik bell dari Zion Ringer dari GKT III Malang juga ada perayaaan ulang tahun Bpk Joshua suryadi B.C.M. Malam Apresiasi musik tersebut juga dihadiri oleh para dosen STT Aletheia Lawang.

Video acara ini dapat dilihat dan diunduh di http://youtu.be/CfhoYwRBm4Y

Alexander Agung adalah seorang pahlawan perang yang berhasil menaklukkan hampir seluruh dunia. Alexander dengan segala kegigihan dan keberanian telah memberi teladan bagi kita untuk menunjukkan kesungguhan dalam segala tindakannya. Identitasnya sebagai pemimpin tidak diragukan lagi dalam hidupnya.

Rasul Paulus dalam Kisah Para Rasul 26:24-26 memberi kita teladan hidup sebagai hamba Tuhan:

  • Hamba Yang Rohani

Dalam kehidupannya Paulus terlibat dalam pelayanan rohani yang sungguh-sungguh dan tidak memilih-milih. Dalam segala aspek hidupnya, Paulus dapat menjadi teladan karena tidak ada perbuatan yang buruk dan tercela yang dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain.

  • Hamba Dalam Kebenaran (Kisah Para Rasul 26:25)

Sebagai hamba kebenaran Paulus tidak pandang bulu dalam menjalankan kebenaran. Dia berani menegur bahkan mengkritik Demas karena telah meninggalkan pelayanan karena lebih mencintai dunia ini (II Timotius 4:10). Identitas Paulus sebagai hamba Tuhan tidak berpura-pura tetapi dengan jelas dan gamblang diketahui oleh semua orang. Berani katakan tidak pada hal yang tidak berkenan kepada Tuhan.

  • Hamba Yang Rela Berkorban Dan Bahkan Rela Mati Dalam Pelayanannya

Paulus dengan setia melayani Tuhan bukan hanya atas perintah Tuhan bahkan dia juga rela mati bagi jalan Tuhan. Dia tidak mementingkan diri sendiri dalam melayani. Dia juga tidak berusaha menyenangkan dirinya sendiri di atas kehendak Tuhan.

Sebagai hamba Tuhan apakah identitas kita betul-betul jelas dan tidak berpura-pura? Ataukah kita masih mencari kesenangan diri dibanding menderita bagi Tuhan?

 

Ibadah Selasa Pagi,7 Mei 2013

Liturgis        : Ferry Maranatha

Pembicara  : Pdt. Alex Liem (Gereja Kriten Abdiel Gloria Surabaya)

Nats Alkitab:Kisah Para Rasul 26:24-26

Pada tanggal 07 Mei 2013 STT Aletheia Lawang mendapatkan kunjungan Thomas A. Martin IV seorang Director Of  Music dari Presbyterian Church (USA). Dalam kunjungannya ke STT Aletheia Lawang beliau juga bersaksi melalui permainan piano pada ibadah selasa pagi hari itu juga. Beliau sedang menjalani cuti sabatikalnya ke Indonesia dan tertarik untuk melayani di negara kita suatu hari nanti. Terima kasih untuk kunjungannya.

Ketika kita menerima panggilan untuk masuk dalam pelayanan dan terpanggil untuk menjadi hamba Tuhan semangat kita begitu menggebu-gebu untuk mengenal lebih dekat Tuhan dan terlibat dalam pelayanan baik di gereja maupun di sekolah teologi. Kita begitu rindu untuk melayaniNya bahkan kita siap dikirim ke ladang pelayanan kemana saja.

Akan tetapi seiring berjalannya waktu, kita seringkali tergoda untuk memikirkan diri sendiri terutama saat kita dihadapkan pilihan antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan Tuhan. Kita seringkali lebih memilih kepentingan diri sendiri ketimbang kepentingan pelayanan. Contohnya: kita akan bersemangat apabila kita ditempatkan dalam pelayanan di gereja besar dan di kota akan tetapi kita menjadi ogah-ogahan apabila kita ditempatkan di gereja yang kecil dan jemaatnya sedikit.

Dalam nats yang kita baca, Tuhan Yesus kembali menekankan agar sebagai hamba Tuhan kita hendaknya setia dalam :

  • Memikul salib setiap saat
  • Menyangkal diri dan mengutamakan Tuhan dalam hidup

Dan akhirnya melalui firman Tuhan hari ini kita kembali diingatkan untuk kembali kepada kasih mula-mula kita kepada Tuhan Yesus. Amin.

Liturgis          :Sdri. Nelita

Pengkhotbah: Pdt. Hanna Tanandjaja (Dosen STT Salem dan Pdt dari Gereja Elios Malang)

Nats               : Lukas 14: 25-33

Acara             : Ibadah Selasa Pagi, 30 april 2013