Abstraksi
Simbolon, Yusuf Anggi. 2011. Pemahaman Baptisan Roh Kudus Menurut Kisah Para Rasul 19: 1-7. Skripsi. Prodi Teologi Sekolah Tinggi Theologi Aletheia Lawang.
Kata Kunci: Baptisan Roh Kudus, Kisah Para Rasul 19: 1-7.
Pemahaman tentang baptisan Roh Kudus merupakan pengajaran yang penting bagi orang percaya. Baptisan Roh Kudus secara sederhana dipahami sebagai pemberian Roh Kudus kepada orang percaya oleh Kristus. Baptisan Roh Kudus ini terjadi pada saat seseorang percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dengan kata lain, baptisan Roh Kudus terjadi pada saat yang bersamaan dengan kelahiran kembali.
Pemahaman tentang baptisan Roh Kudus seringkali disalahpahami oleh kelompok Pentakosta dan Neo Pentakosta. Kedua kelompok ini menggunakan ayat-ayat Kitab Suci dalam Kisah Para Rasul termasuk Kisah Para Rasul 19:1-7 untuk mendukung pandangan mereka. Dengan bertolak dari bagian Kitab Kisah Para Rasul, kedua kelompok ini mengajarkan bahwa baptisan Roh Kudus adalah berkat kedua bagi seseorang setelah orang tersebut bertobat. Jadi, baptisan Roh Kudus ini dipahami sebagai tindakan lanjutan dari pertobatan seseorang.
Selain pemahaman baptisan Roh Kudus sebagai berkat kedua, kelompok Pentakosta dan Neo Pentakosta juga sangat menekankan karunia-karunia sebagai tanda terjadinya baptisan Roh Kudus. Seseorang yang memperoleh baptisan Roh Kudus maka akan berbahasa roh sebagai bukti awal baptisan Roh Kudus yang telah mereka terima. Bahkan tanda ini menjadi tolak ukur bagi baptisan Roh Kudus. Seseorang yang tidak berbahasa roh berarti orang tersebut tidak memiliki Roh Kudus di dalam dirinya.
Dengan melihat bagian Kisah Para Rasul 19:1-7, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa baptisan Roh Kudus bukanlah berkat kedua melainkan terjadi pada saat seseorang mengalami kelahiran kembali. Begitu pula dengan karunia berbahasa roh yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 19:1-7 tidak dapat dijadikan normatif bagi pengalaman semua orang percaya karena ayat-ayat lain dalam Kisah Para Rasul memberikan pemahaman bahwa baptisan Roh Kudus tidak selalu diikuti dengan karunia berbahasa roh. Bukan berarti bahwa karunia bahasa roh tidak alkitabiah melainkan karunia ini diberikan berdasarkan kehendakNya sehingga kita tidak dapat mengatur atau menjadikannya sebagai tolak ukur bagi pengalaman baptisan Roh Kudus.
Pemahaman ini tentunya akan sangat berdampak bagi pengajaran kepada jemaat bahwa baptisan Roh Kudus bukanlah berkat kedua melainkan terjadi bersamaan dengan kelahiran kembali dan setiap orang yang percaya akan menerima Roh Kudus meskipun tanpa disertai dengan karunia berbahasa roh.